Allim
Jumlah posting : 113 Join date : 30.06.08
| Subyek: Menyentuh Makna Poligami Fri Jul 04, 2008 10:12 pm | |
| Menyentuh Makna Poligami
Oleh : Mochammad Moealliem
وَآتُواْ الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُواْ الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا { {2وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ {{3
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan itu, adalah dosa yang besar. QS: An Nisa’ 4:{2}
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim , maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. QS: An Nisa’ 4:{3}
*********************************************
Pada pembahasan kali ini sebenarnya penulis hanya ingin membahas tentang poligami tepatnya pada surat An Nisa’ ayat 3 saja, namun setelah membaca berulang kali penulis merasa kesulitan melacak maksud dari ayat tersebut, akhirnya ayat sebelumnya saya cantumkan untuk melihat keterkaitan antar keduanya, seperti kata para ahli tafsir saya juga ikut memakai metode mereka yaitu telaah teks dan juga ma haula an nash atau sesuatu disekitar nash, dan tentunya pada batas kacamata berpikir penulis yang masih belajar.
Menurut beberapa tafsir yang saya baca, dalam tafsir jalalein ayat diatas turun ketika ada seoarang yatim meminta harta bagiannya kemudian ditolak, maka kemudian turunlah ayat ini. Dalam tafsir zaad al mashir lebih jelas lagi bahwa seseorang dari atfan padanya seorang yatim anak dari saudaranya, dan hartanya dititipkan padanya, kemudian setelah anak yatim itu baligh kemudian meminta hartanya, namun orang itu menolaknya, lalu anak tadi mengadu pada nabi dan turunlah ayat ini. Siapakah yatim itu? Mereka adalah seseorang yang ditinggal mati oleh ayahnya. Banyak para mufasir tidak menyebutkan asbabun nuzulnya ayat 2 itu, kebanyakan langsung pada pembahasan ayat 3.
Tiba-tiba pada ayat tiga adalah “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim “ dari potongan ayat ini banyak hal yang perlu kita telusuri, apa sebenarnya maksud ayat ini, jika di ayat kedua adalah seputar harta anak yatim, adakah anak yatim disini adalah anak perempuan yang berharta yang ditinggal mati ayahnya, dan ada seorang laki-laki ingin menikahinya demi mengambil harta anak perempuan yatim itu, atau orang itu ingin menikahi ibu dari anak perempuan itu, yang telah ditinggal mati suaminya dan menjadikan anak perempuan itu yatim, atau seorang yang ingin menikahi ibu yang punya anak laki-laki pun juga menjadi yatim karena ditinggal mati ayahnya, seperti yang disinggung dalam zaad al mashir, pokok permasalahan adalah pada posisi manakah anak yatim yang dimaksud ayat itu.
Kemungkinan pertama :
Posisi yatim itu adalah perempuan yang akan dinikahi oleh seorang lelaki dimana lelaki itu adalah wali dari hartanya, atau orang yang dititipi harta anak yatim itu hingga anak yatim itu baligh dan bisa mengatur hartanya sendri, adil dalam ini adalah ketika dengan menikahi anak yatim yang berharta ini nantinya tidak memakan harta perempuan hasil warisan dari ayahnya, namun jika perempuan itu memberi dengan sukarela maka boleh, makanya disebut dalam ayat itu jika kamu takut tidak adil terhadap harta perempuan yatim itu, lebih baik nikahi perempuan yang lain saja selain anak yatim itu, sebab anak yatim perempuan lagi, tentu dia nggak ada yang membela ketika ditekan untuk memberikan hartanya kepada suaminya, yang asalnya adalah wali yatim itu sendiri, dan hal demikian itu tidak dianggap adil, sebab harta perempuan adalah milik pribadi perempuan itu seperti halnya mahar atau mas kawin, suami tak boleh mengganggu gugat tanpa seizin pemiliknya, namun kalau ada izin itu jadi boleh.
Jika mash membingungkan coba lihat contoh ini, anggap saja laki-laki itu bernama zaid punya saudara namanya umar, nah umar punya anak perempuan namanya fatma, kemudian pak umar meninggal dunia, otomatis warisanya pada fatma juga ibunya, namun karena fatma masih kecil maka harta itu boleh diserahkan ketika fatma sudah baligh, atau menginjak usia nikah, zaid adalah paman fatma, dan perwalian bagi fatma ditangan zaid, juga penjagaan harta itu, nah kemudian zaid tertarik untuk menikahi si fatma tadi, entah demi hartanya atau yang lain, entah istri kedua atau pertama bagi zaid, kalau bisa adil (tidak memakan harta pribadi fatma) maka boleh saja menikahinya, waktu itu belum ada larangan seorang paman menikahi kemenakannya, sekarang nggak boleh hal semacam itu. Namun lebih baik zaid ini menikah dengan orang lain saja 2,3, atau 4, selain fatma dan biarkan fatma dinikahi orang lain, dan zaid dapat mengayomi fatma ketika ada masalah, sebab kalau zaid menikahi fatma, tentunya fatma tak punya pengayom ketika terjadi masalah dengan zaid sebagai suami.
Terlihat disini undang-undang perlindungan terhadap perempuan yatim, dimana ayahnya sudah meninggal jadi kalau ada masalah tiada yang dapat membelanya, dimana seorang ibunya pun kurang punya gaung dalam membela anaknya.
Kemungkinan kedua :
Posisi anak yatim itu adalah sebagai anak dari seorang ibu yang akan dinikahi oleh seseorang, dan anak yatim itu menjadi anak tiri sehingga dimungkinkan bagian hartanya tidak bakal sampai padanya ketika dia sudah baligh, sebagaimana banyak kita tahu posisi anak yatim kemudian menjadi anak tiri dimana dia lebih punya banyak harta di banding anak asli suami ibunya. Akhirnya Allah melarang praktek tersebut dan menyuruh menikahi wanita yang lain selain janda beranak itu, dua atau tiga atau empat, seperti kita tahu budaya waktu itu seseorang lebih suka menikahi janda, lihat kisah dalam hadis dimana nabi menyuruh salah seorang sahabat untuk menikahi perawan ketimbang janda, agar seimbang.
Contohnya, zaid ingin menikahi muna (ibunya fatma) sementara zaid sudah punya istri lain bernama zainab, zainab dari golongan keluarga sederhana dan punya 3 anak, sementara muna adalah janda beranak satu, dan dari keluarga berkecukupan, kemudian zaid berniat menikahi muna, untuk mendapatkan hartanya, jika memang bisa adil (tidak memakan harta muna dan fatma) kecuali atas sukarela mereka berdua, maka boleh-boleh saja, namun kalau memang takut tidak bisa berbuat begitu, mendingan cari orang lain selain muna.
Kemungkinan ketiga :
Seorang suami dengan istri sembilan, ops jangan heran, sebelum ayat ini turun itu boleh dan wajar bagi masyarakat arab, mungkin saja dari sembilan istri itu tidak semua dinikahi dalam keadaan perawan dalam arti belum pernah dinikahi orang, tentunya sebagian besar atau kecilnya adalah janda beranak beda ayah, dimungkinkan mereka punya harta warisan ayahnya yang dahulu, dan seorang suami itu kebingungan membagi harta-harta itu terhadap mereka anak-anak dari janda yang menjadi istrinya, akhirnya turun ayat, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim “ akhirnya Allah memberikan batasan dari poligami bebas menjadi poligami terbatas pada maksimal 4 istri saja agar tidak kebingungan untuk adil terhadap anak-anak dari istri-istri itu.
Contoh kali ini muna sudah dinikahi sama zaid menjadi istri kesembilan, muna punya anak bernama fatma dari suami yang lama yaitu umar, dan agak berharta, nah disini posisi fatma adalah anak yatim meski menjadi anak tiri zaid, sebenarnya hak muna atas harta ayahnya (umar) lebih berhak, dibanding anak zaid selain fatma, sementara pemegang harta itu adalah zaid sebagai kepala keluarga, jika dibagi sama rata itu sama halnya memakan harta fatma, jika tidak dibagi rata, maka anak-anak yang lain akan iri, sementara yang berharta adalah fatma dan ibunya, namun lagi-lagi kalau mereka rela itu tidak apa-apa, namun kalau tidak begitu, dan takut tidak adil, maka seyogyanya pak zaid melepaskan fatma dan ibunya dari ikatan keluarganya, dan cukuplah beristri empat saja paling banyak agar tak kerepotan.
Sebelum kita menginjak sambungan ayat berikutnya mari kita kupas dulu atribut kalimat yang ada, baiklah saya tulis dengan teks Indonesia biar jelas, “wa in hiftum an la tuqsithu fi alyatâma”.
Wa : dalam matakuliyah yang saya pelajari huruf wawu ini terbagi menjadi dua, pertama âmilah (beramal), kedua ghair âmilah (tidak beramal), âmilah terbagi dua makna, sedangkan ghoir âmilah terbagi menjadi tujuh makna, bisa anda ceck sendiri di mabahits fi ulum al Qur’an. Saya piker apapun makna wawu disini tidak urgen jadi tidak saya sebutkan secara detail.
In : ada tujuh macam makna untuk kata (in) mungkin yang cocok adalh bermakna jika, dimana jika dari (in) berbeda dengan jika dari (idza), kalau dari (in) biasanya untuk hal-hal yang tidak tentu, makanya dari ayat diatas “jika kamu takut” itu bermakna jarang orang memperhatikan hal itu, sebab tidak semua orang takut, makanya masih banyak yang mendholimi anak yatim atas harta itu hingga saat ini. Bedanya dengan idza itu pasti terjadi, idza zulzilatil ard zilzalaha, itu menunjukkan bakal terjadi secara pasti, berbeda seandainya memakai in zulzilatil ard, maka ada kemungkinan itu tidak terjadi.
Saya pikir dua atribut aja sebab akan memakan banyak ruang jika saya tulis semua disini, kita beralih pada ayat, Fankihu ma toba lakum min an nisa’I matsna wa tsulatsa wa ruba’ “maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.”. Jika kita memotong ayat langsung mulai dari sini maka akan ada persepsi bahwa kita pada awalnya disuruh menikahi wanita kesukaan kita sebanyak dua, tiga atau bahkan empat.
Masalah yang akan kita bahas pada potongan ayat ini adalah jumlah istri, dari kata matsna yang artinya dua-dua, tsulatsa artinya tiga-tiga, ruba’ artinya empat-empat, hal ini sering menjadi dalih bagi orang yang berpendapat boleh menikahi 18 perempuan dengan menjumlahkan semuanya, juga bagi mereka yang berpendapat boleh menikahi 9 perempuan dengan dalih huruf wawu yang ada adalah sebagai penjumlahan, namun itu tidak dibenarkan oleh jumhur (mayoritas) ulama, karena ayat ini adalah pembatasan terhadap poligami bebas menjadi poligami terbatas pada empat istri saja, dalam bebapa hadith dijelaskan tentang keharaman menikahi perempuan melebihi empat.
Sejak turun ayat itu banyak para sahabat menceraikan istrinya yang melebihi koata yang telah ditentukan, meski dengan berat hati, pembatasan jumlah istri itu menunjukkan islam menjunjung keadilan dalam berbagai hal terhadap perempuan, dimana waktu itu masih dalam tirani kaum lelaki, dan tidak pernah diajarkan mandiri, serta dibudayakan bergantung pada sang suami dalam berbagai hal.
Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini, apakah masih relevan juka poligami di lakukan, kalau menurut saya poligami boleh sebab nggak ada nash yang melarang, meski syarat yang harus dipenuhi adalah keadilan, namun redaksi yang ada memakai kata (in) jadi kalau tidak bisa adil terhadap istri-istrinya pun tidak apa, itu akan dipertanggung jawabkan seorang laki-laki itu pada Allah nantinya, sebab tidak semua orang takut untuk berlaku semena-mena pada istrinya, bagi yang takut diharap untuk menikahi seorang perempuan saja, atau menggauli budak-budak perempuan yang dimilikinya, hal ini menurut sebagian mufasir tidak melalui jalan menikah dengan dengan seorang perempuan juga budak-budak perempuan itu, hanya menggauli budak perempuan itu, karena tanpa dinikah pun itu boleh, namun sebagian yang lain, berpendapat menikahi satu wanita dan menggauli beberapa budak miliknya, karena hal itu lebih dekat pada perbuatan yang tidak tercela, sesuai penutup ayat ketiga surat annisa, “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Saya kira itu, catatan saya tentang poligami, kalau saya pribadi takut untuk tidak adil pada beberapa perempuan, namun kalau mereka menerima apa adanya saya juga tidak membiarkan peluang terbuang percuma, namun saya akan sangat menghormati keputusan istri pertama saya nanti kalau saya sudah menikah, soalnya sekarang masih belum ada kepastian, apalagi untuk merambah pada poligami tentunya masih impian yang belum tentu terealisasikan.
Alliem Selasa, 29 Agustus 2006 Monogami keliatan lebih asyik | |
|