Hidup Bukan Untuk Mengeluh
Oleh : Mochammad Moealliem
Tidak dipungkiri bahwa kita semua, rata-rata pernah mengeluh, entah karena kesulitan menjawab soal ujian, bingung mencari pacar, subsidi bulanan tak kunjung datang, rumah terendam lumpur, sawah tidak panen, banjir seperti yang terjadi di Jakarta juga berbagai daerah yang menyusul, dan lain sebagainya.
Apalah arti sebuah keluhan, toh sebanyak apapun keluhan kita tak akan mampu merubah nasib yang terus bergerak mengikuti rel-nya, kekhawatiran pun tak akan mampu merubah apapun, bahkan hanya membuat kita rugi dua kali lipat, seperti pepatah arab "al hadzar la yugoyirul qodar" kekhawatiran tidak merubah takdir. Begitu pula dalam mengarungi kehidupan ini kita tak perlu khawatir yang berlebihan, lebih baik kita terus bergerak maju untuk berusaha semampu tenaga.
"Tidak ingat, badan celaka, terlalu ingat, badan binasa" sebuah pepatah yang mengingatkan kita dalam beraktifitas janganlah terlalu paranoid juga jangan terlalu gegabah, kedua-duanya merugikan. Seperti halnya jika kita menulis tanpa mengingat perasaan orang lain, mungkin bisa menjadikan kita celaka, begitu pula terlalu ingat dengan kritik orang lain, kita pun mungkin akan binasa, maka jalan terbaik adalah tetap menulis dengan resiko yang paling kecil.
"Irdloa jami'u al nās, ghoyatun lā tanāl" mencari keridloan semua orang, adalah sebuah tujuan yang tak bakal tercapai. Seperti kisah yang pernah saya tulis pada judul "Kisah Penunggang Khimar", semua orang punya pendapat yang berbeda dengan dasar yang berbeda pula, maka akan rugi jika kita menjadi manusia yang tak punya pendapat sendiri, dan terus-terusan mengikuti pendapat orang lain yang belum tentu baik untuk kita, bahkan kalau pun pendapat mereka salah, mereka pun tak akan mau ikut bertanggungjawab, maka kiranya tak perlu kita berharap semua orang setuju dengan pendapat kita, cukuplah pendapat mayoritas kita katakan lebih kuat jika kita dalam menentukan sesuatu.
Adakalanya kita butuh teman berbagi masalah yang sedang kita hadapi, ada pula yang suka menyimpan dan memendam masalah yang sedang terjadi tanpa ada pihak lain yang boleh menggugat apa yang sedang kita sembunyikan. Hal demikian terkadang membuat rahasia keluarga bocor kemana-mana namun jika yang menjadi teman berbagi adalah terpercaya akan mampu mendapat tawaran solusi yang harus ditempuh dimasa selanjutnya. Namun bagi yang memendam apa yang sebenarnya ia keluhkan, mungkin juga baik demi untuk tidak mengganggu orang lain, sebab mungkin orang lain pun tak akan dapat memberi solusi yang tepat, mungkin diam lebih hemat kata-kata. Namun juga berbahaya jika kemampuan membendung masalah lepas kontrol, maka sebaiknya saja hal demikian disalurkan secara cermat.
Mungkin sedkit banyak kita akan tetap mengeluh dengan masalah yang sedang kita hadapi, namun seyogyanya mengeluh itu jangan sampai berlebihan, cukuplah sebagai alat pengukur temperatur hati kita agar tidak terlalu senang disaat masalah itu hilang. Memang obat paling mujarab untuk menenangkan hati kita ketika terjadi masalah adalah berjalan-jalan melihat mereka yang lebih berat menanggung masalah mereka, misalnya kita semalam tidur kedinginan karena selimut kita basah kebanjiran, ternyata di trotoar ada orang tidur meringkuk berbantal batako pun tanpa selimut, melihat demikian tentu kita akan bersyukur bahwa kita masih bisa tidur dikasur.
Namun dalam hal positif kita perlu melihat mereka yang ada diatas kita agar kita semangat untuk belajar, beribadah, maupun hal-hal positif yang lain, biarlah jalan kita sedikit zig-zag jikalau jalan yang lurus itu terlalu mahal harganya, apalagi jalan tol, memang berjalan lurus itu sangat sulit, apalagi secara terus menerus. Memandang saja kita tak akan mampu selalu lurus kedepan, kita lebih suka menoleh ke kiri dan kekanan.
Sedemikian mahalnya jalan yang lurus, hingga kita selalu berdo'a "tunjukkan kami jalan yang lurus" apalagi untuk melintas dijalan yang lurus perlu istqomah atau kontinyu, tentu tidak sembarang orang bisa kontinyu, misalnya sholat lima waktu adalah termasuk jalan yang lurus, untuk istiqomah kita masih belum mampu, maka tak heran terkadang kita masih meng-qodlo'nya, apa boleh buat ternyata memang berat untuk kontinyu, bahkan orang punya karomah pun belum tentu bisa istiqomah, sebagaimana pepatah arab "al Istiqomatu khoirun min alfi karomah" Istiqomah (kontinuitas) lebih baik dari seribu karomah.
Maka biarkanlah orang-orang yang masih berusaha menuju istiqomah, tak perlu kiranya anda memberi stempel yang terlalu kasar terdengar ditelinga, toh anda pun belum tentu lebih baik diakhir nanti, sementara Allah maha besar dan menurutku jalan menuju-Nya sebanyak orang yang berjalan menuju-Nya, dan kita akan menemui Allah dengan sendiri-sendiri.
Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap . QS.6:94
Kalau selama ini anda menganggap Allah sebagai musuh, maka anda pun akan berhadapan langsung face to face. Begitu pula jika kita selama ini menganggap Allah sebagai kekasih kita, maka kita pun akan bertemu face to face. Tidak pantas bagiku memaksa engkau menjadi kekasihNya, pun juga tak baik bagiku menganggap engkau adalah musuhNya, aku hanya akan mengikuti kata-kataNya siapa yang dianggap musuh bagiNya, dan siapa yang dianggap kekasih menurutNya.
Alliem
Selasa, 19 Februari 2008
Berusaha Hidup Untuk Mengolah